Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya
demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang
akan datang dan mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca.
Bandar Lampung,30 Agustus2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………..
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………....
DAFTAR ISI ………………………………………… …………………………….
BAB I PENDAHULUAN
………………………………………………….
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
A.
Penurunan Al-Qur'an
B.
Al-Qur’an
sebagai Sumber Hukum Islam
C.
Peranan dan
Fungsi Al-Qur’an
D.
Pendekatan
Memahami Al-Qur’an
E.
Al-Qur’an
sebagai Kalamullah
F.
Sumbangan
Al-Qur’an untuk Memahami Kitab Suci Lain
G.
Ulumul
Qur’an
BAB III PENUTUP………………………………………………………….
1.1 Kesimpulan ……………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Berbicara tentang Al-Qur’an, takkan pernah ada habisanya. Al-Qur’an
mengandung berbagai kisah dari sejarah jaman lampau hingga masa yang akan
datang, termuat juga hukum-hukum islam, rahasia alam semesta, serta masih
banyak lagi.
Al-Qur’an menjadi salah satu
mukjizat besar Nabi Muhammad SAW, sebab turunnya Al Qur’an melalui perantara
beliau, AL Qur’an mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan
umat manusia di Dunia. Betapa tidak, semua persoalan manusia di dunia sebagian
besar dapat ditemukan jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenannya kemudian Al
Qur’an di yakini sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam pertama
sebelum Hadist.
Kewajiban
manusia untuk mengimani, membaca, menelaah, menghayati, dan mengamalkan ajaran
Al-Quran secara keseluruhan, serta mendakwahkannya (Q.S. Al-'Ashr:1-3). Jika
kita memang benar-benar beriman kepada Allah SWT atau mengaku Muslim.
Membacanya saja sudah berpahala, bahkan kata Nabi Saw satu huruf mengandung 10
pahala, apalagi jika mengamalkannya.
BAB II
PEMABAHASAN
Penurunan Al-Qur'an
Al-Qur'an tidak turun sekaligus,
ayat-ayat al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22
hari. Para ulama membagi masa turunnya ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu
periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah
berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan
surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan
periode Madinah yang dimulai seja peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun
waktu ini disebut surat Madaniyah. Ilmu Al-Qur'an
yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat
al-Qur'an diturunkan disebut Asbabun Nuzul (Sebab-sebab Turunnya (suatu ayat).
Al-Qur’an
sebagai Sumber Hukum Islam
Sumber hukum ajaran Islam ada tiga. Yakni; Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijtihad. Al-Qur’an adalah firman Allah, dan hadist
merupakan sabda Rasulullah Muhammad saw. Sedangkan ijtihad didapatkan dari hasil
pemikiran para ulama mujtahid
(yang berijtihad), dengan tetap mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah.
Isi Al-Quran
meliputi segala hal, mulai soal keimanan atau akidah hingga fenomena alam.
Al-Quran mengajari manusia bersikap ilmiah atau berdasarkan ilmu (Q.S. 17:36),
mendorong manusia melakukan penelitian untuk menyibak tabir alam (Q.S. 10:101),
menaklukkan angkasa luar (Q.S. 55:33), mengabarkan prediksi ilmiah tentang
rahim ibu (Q.S. Az-Zumar:6), gaya berat atau gravitasi (Q.S. Ar-Rahman:7),
pemuaian alam semesta atau expanding
universe (Q.S. Adz-Dzariyat:47, Al-Anbiya: 104, Yasin:38), tentang ruang
hampa di angkasa luar (Q.S. Al-An’am:125), tentang geologi, gerak rotasi, dan
revolusi planet bumi (Q.S. An-Naml:88) dan masih sangat banyak lagi.
1.
Peranan dan Fungsi Al-Qur’an
Secara garis besar, fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang
Muslim ada tiga. Yakni Al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat bagi
Rasulullah Muhammad saw (QS 17:88; QS 10:38), sebagai pedoman hidup bagi setiap
Muslim (QS 4:105; QS 5:49-50; QS 45:20), serta sebagai korekter atau
penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah Swt. turunkan sebelumnya (QS
5:48,15; QS 16:64), dan ini bernilai abadi atau berlaku sepanjang zaman.
Subhi
Sholih mengemukakan bahwa Al-Qur'an berarti bacaan. Ia merupakan kata turunan
dari kata qara'a dengan arti ism al-maf'ul,
yaitu maqru' yang artinya dibaca. Pengertian ini merujuk pada
firman Allahk :
“Sesungguhnya
atas tangguhan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat kamu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaan itu.” (QS al-Qiyamah: 17-18)
Selanjutnya
kata al-Qur'an digunakan untuk menunjukkan kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad , adapun kalam
Allah yang diwahyukan kepada para Nabi selainnya, maka tidak
dinamakan al-Qur'an.
Fath Ridwan menyebutkan ikhtilaf ulama' tentang penamaan
al-Qur'an: Pertama, al-Qur'an adalah nama khusus untuk wahyu Allahkyang diberikan kepada nabi Muhammad n. Kedua, nama
diambil dari kata qoro'in(petunjuk atau indikator) atau dari
kata al-qor'u (kumpulan). Ketiga, ulama' yang
memberikan nam-nama lain bagi al-Qur'an, seperti al-kitab, an- nur, ar-
rohmah dll.
Adapun Abu Hasan al-Haroli dan Abd al-Ma'ali Syizalah
masing-masing memberikan nama bagi al-Quran sebanyak 90 dan 55 macam. Menurut
Shubhi Sholih penamaan yang begitu banyak akan menimbulkan pencampuradukan
antara nama-nama dan sifat-sifat al-Qur'an sehingga ia kurang setuju dengan hal
itu.
Fungsi al-Qur'an sesungguhnya telah
tersirat pada nama-nama tersebut, diantaranya:
A. al-Huda (petunjuk).
Dalam fungsi ini ada tiga kategori, pertama, al-Qur'an sebagai petunjuk manusia
secara umum (al-Baqoroh:185). Kedua, al-Qur'an petunjuk bagi orang -orang yang bertakwa
(al-Baqoroh:2). Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman (Fushilat: 44
dan Yunus: 57).
b. al-Furqon (pembeda).
Disebutkan dalam al-Qur'an bahwa ia adalah pembeda antara yang hak dengan yang
batil (QS. al-Baqoroh :185)
c. al-Syifa (obat).
Al-Qur'an juga sebagai obat penyakit dalam dada/psikologis (QS. Yunus:57)
d. al-Mauidzoh (nasihat).
Al-Qurann juga sebagai nasihat bagi orang-orang yang bertakwa (QS.Ali Imron:
138)
Demikian fungsi al-Quran yang
diambil dari al-Quran itu sendiri, adapun fungsi al-Quran yang diambil dari
penghayatan seseorang, maka itu tergantung dengan kualitas ketakwaan orang itu
sendiri.
a.
Al-Quran sebagai Mu’jizat
Dalam bahasa
Arab, mukjizat berasal dari kata ‘ajz yang berarti lemah, kebalikan dari
qudrah (kuasa). Sedangkan i’jaz berarti membuktikan kelemahan. Mu’jiz
adalah sesuatu yang melemahkan atau membuat yang lain menjadi lemah, tidak
berdaya. Setiap mukzijat biasanya turun untuk memberikan tantangan bagi situasi
zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa para tukang sihir sangat berkuasa dan
mereka mencapai puncak kemampuannya dalam ilmu sihir, Nabi Musa datang dengan
membawa mukjizat yang mampu melumpuhkan tipu daya para tukang sihir tersebut.
Bukankah mukjizat berarti yang melumpuhkan atau yang membuat lemah? Rasulullah
saw. pun hadir pada suatu zaman ketika sastra Arab mencapai puncak
ketinggiannya. Beliau datang dengan Al-Quran yang memiliki gaya bahasa tingkat
tinggi yang mampu melumpuhkan seluruh penyair yang ada pada zaman itu.
Selain keindahan gaya bahasanya, ada
petunjuk-petujuk sangat jelas lainnya yang memperlihatkan bahwa Al-Quran datang
dari Allah Swt. dengan segala kemukjizatannya. Ayat-ayat yang berhubungan
dengan ilmu pengetahuan misalnya, dapat meyakinkan setiap orang yang mau
berpikir bahwa Al-Quran adalah firman-firman Allah Swt., tidak mungkin ciptaan
manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw. yang ummi (QS 7:158) yang
hidup pada awal abad keenam Masehi (571-632 M). Di antara ayat-ayat tersebut
umpamanya: QS 39:6; QS 6:125; QS 23:12,13,14; QS 51:49; QS 41:11-41; QS
21:30-33; QS 51:7,49, dan lain-lain.
Ada pula ayat-ayat yang berhubungan
dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba’. Tsamud, ’Aad,
Nabi Adam, Nabi Yusuf, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Musa, dan sebagainya.
Ayat-ayat ini dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Quran adalah
wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan
ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang
bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain juga menjadi bukti lagi
kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah Swt. yang disampaikan
melalui lisan utusan-Nya.
b.
Al-Quran sebagai Pedoman Hidup
Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an
banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup
dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan mahluk lainnya. Di dalamnya
terdapat peraturan-peraturan seperti: beribadah langsung kepada Allah
Swt, berkeluarga, bermasyarakat, berdagang, utang-piutang,
kewarisan, pendidikan dan pengajaran, pidana, dan
aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah Swt. dijamin dapat berlaku dan
dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu.
Setiap Muslim diperintahkan untuk
melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam kehidupannya. Sikap memilih
sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu dipandang Al-Quran sebagai bentuk
pelanggaran dan dosa. Melaksanakannya dinilai ibadah, memperjuangkannya dinilai
sebagai perjuangan suci, mati karenanya dinilai sebagai mati syahid, hijrah
karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi, dan tidak mau
melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan kafir.
c.
Al-Quran sebagai Korektor
Sebagai korektor, Al-Quran banyak
mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab suci
sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang dinilai tidak lagi sesuai dengan
ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Ketidaksesuaian tersebut
menyangkut sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip
ketuhanan, dan sebagainya.
Ada beberapa contoh koreksian yang diungkapkan oleh
Al-Quran terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut, antara lain:
Tentang ajaran
Trinitas (QS 5:73)
Tentang Nabi
Isa (QS 3:49,59; QS 5:72,76)
Tentang
peristiwa penyaliban Nabi Isa (4:157-158)
Tentang Nabi
Luth (QS 29:28-30; QS 7:80-84) perhatikan (Genesis, 19:33-36)
Tentang Nabi
Harun (QS 20:90-94) perhatikan (Keluaran, 37:2-4)
Tentang Nabi
Sulaiman (QS 2:102; QS 27:15-44) perhatikan (Raja-Raja, 21:4-5) dan sebagainya.
2. Pendekatan
Memahami Al-Qur’an
Dalam upaya menggali dan memahami
maksud dari ayat-ayat Al Qur’an, terdapat dua term atau istilah, yakni Tafsir
dan Takwil.
Imam al-Alusi berpendapat, bahwa
menurutnya tafsir adalah pejelasan makna Al Qur’an yang zahir (nyata),
sedangkan takwil adalah penjelasan para ulama dari ayat yang maknanya tersirat,
serta rahasia-rahasia ketuhanan yang terkandung dalam ayat Al Qur’an. Dapat
juga dipahami bahwa Takwil mempunyai beberapa arti yang mendalam, yaitu berupa
pengertian-pengertian tersirat yang di istinbathkan (diproses) dari
ayat-ayat Al Qur’an, yang memerlukan perenungan dan pemikiran serta merupakan
sarana membuka tabir. Apabila mendapati ayat yang mempunyai kemungkinan
beberapa pengertian, para mufassir menentukan pengertian yang lebih kuat, lebih
jelas dan gamblang. Namun hal tersebut sifatnya tidak pasti, sebab kalau makna
atau arti tersebut dipastikan berarti mufasir tersebut telah menguasai Al
Qur’an, sedangkan hal tesebut tidak dibenarkan sebagaimana dijelaskan
dalam Al Qur;an (Q.S Ali Imran : 7).
Secara garis besar istilah antara
tafsir dengan takwil tidak terdapat perbedaan yang mendasar, kedua-duannya
mempunyai semangat untuk menggali, mengkaji dan memahami maksud dari ayat-ayat
Al Qur’an guna dijadikan sebagai pedoman dan rujukan umat Islam tatkala
mengalami berbagai macam persoalan dalam kehidupan di dunia.
Sebagai upaya untuk menjelaskan
maksud dari ayat Al Qur’an, obyek yang dijadikan kajian dalam menafsirkan Al
Qur’an adalah kalam Allah, maka dalam konteks ini Ia tidak perlu
diragukan dan diperdebatkan kembali mengenai kemuliaannya. Kandungannya
meliputi aqidah-aqidah yang benar, hukum-huikum syara’ dan lain-lain. Tujuan
akhirnya adalah dapat diperolehnya tali yang amat kuat dan tidak akan putus
serta akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia ataupun di akhirat. Dan oleh
karenanya, ilmu tafsir merupakan pokok dari segala ilmu agama, sebab ia diambil
dari Al Qur’an, maka ia menjadi ilmu yang sangat dibutuhkan oleh manusia.
Metodologi tafsir adalah ilmu
tentang metode menafisirkan Al Qur’an dan pembahasan ilmiah tentang
metode-metode penafsiran Al Qur’an, pembahasan yang berkaitan dengan cara
penerapan metode terhadap ayat-ayat Al Qur’an disebut Metodik, sedangkan cara
menyajikan atau memformulasikan tafsir tersebut dinamakan teknik atau seni
penafsiran. Metode penafsiran Al Qur’an, secara garis besar dibagi dalam empat
macam metode, namun hal tersebut tergantung pada sudut pandang tertentu :
Metode
Penafsiran ditinjau dari sumber penafsirannya.
Metode
penafsiran ditinjau dari cara penjelasannya.
Motede
penafsiran ditinjau dari keleluasan penjelasan.
Metode
penafsiran ditinjau dari aspek sasaran dan sistematika ayat-ayat yang
ditafsirkan.
Ayat-ayat Al Qur’an yang sangat
banyak ini sejatinya dapat menjawab semua persoalan yang terjadi pada
masyarakat. Namun kesan yang ada pada saat ini seakan-akan ayat Al Qur’an masih
mengandung misteri, sehingga belum mampu menjawab semua persoalan yang ada.
Kesan dan pemahaman yang keliru ini adalah akibat dari ”miskin”nya cara, metode
dan pendekatan dalam memahami dan menafsirkan ayat Al Qur’an. Metodologi tafsir
Al Qur’an adalah salah satu cara untuk mengkaji, memahami dan menguak lebih
jauh maksud dan kandungan dari ayat-ayat Al Qur’an. Metode tafsir yang adapun
sangat beragam model, bentuk dan pendekatannya.
Adalah suatu hal yang sangat penting
bagi kita untuk mengetahui dan memahami macam-macam metode tafsir ayat Al
Qur’an yang ada dengan berbagai macam pendekatannya, jika hal ini telah kita
ketahui, maka ayat-ayat Al Qur’an semakin hidup dan mampu untuk menjawab segala
persoalan masyarakat yang berkembang begitu cepat. Hal ini semakin mempertegas
bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah yang menjadi rujukan dan sumber utama semua
umat Islam.
Metode dan pendekatan merupakan
rangkaian yang tidak terpisahkan satu sama lainnya dalam melakukan kajian atau
penelitian. Kedua-duanya saling melengkapi.
Pendekatan adalah upaya untuk
menafsirkan, memahami dan menjelaskan sebuah ayat atau obyek tertentu sesuai
dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh seseorang.
Metode
Penafsiran Al Qur’an
Terdapat dua
bentuk penafsiran yaitu at-tafsîr bi al- ma’tsûr dan at-tafsîr bi- ar-ra’yi,
dengan empat metode, yaitu;
1.
Metode
Ijmali (Global)
Ijmali
secara etimologi berarti global, sehingga dapat diartikan tafsir al-ijmali
adalah tafsir ayat al Qur’an yang menjelaskannya masih bersifat global. Secara
termiologis, menurut Al Farmawi adalah penafsiran Al-Qur’an berdasarkan urut-urutan
ayat dengan suatu urutan yang ringkas dan dengan bahasa yang sederhana sehingga
dapat dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat baik yang awam maupun yang
intelek.
2. Metode Tahlili
Tahlili adalah akar kata dari hala,
huruf ini terdiri dari huruf ha dan lam, yang berarti membuka
sesuatu. Secara terminologi, metode Tahlily adalah menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an
dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang
ditafsirkan dengan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai
dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat terebut;
ia menjelaskan dengan pengertian dan kandungan lafadz-lafadznya, hubungan
ayat-ayatnya, hubungan surat-suratnya, asbabun nuzulnya hadis-hadis yang
berhubungan dan pendapat para mufasir terdahulu yang diwarnai oleh latar
belakang pendidikan dan keahliannya.
3.
Metode
Maqarin (Komparatif atau Perbandingan)
Secara etimologis kata maqarin adalah
merupakan bentuk isim al-fa’il dari kata qarana, maknannya adalah
membandingkan antara dua hal. Jadi dapa dikatakan tafsir maqarin adalah
tafsir perbandingan. Secara terminologis adalah menafsirkan sekelompok ayat Al
Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan
ayat, atau antara ayat dengan hadis, atau antara pendapat ulama tafsir dengan
menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.
4.
Metode
Maudhu’i (Tematik)
Kata maudhu’iy ini
dinisbahkan kepada kata al-mawdhu’i, artinya adalah topik atau materi
suatu pembicaraan atau pembahasan secara semantik. Jadi tafsir mawdhu’i adalah
tafsir ayat Al Qur’an berdasarkan tema atau topik tertentu. Jadi para mufasir
mencari tema-tema atau topik-topik yang berada di tengah-tengah masyarakat
atau berasal dari Al Qur’an itu sendiri atau dari yang lain-lain.
Sumber Utama Rujukan Tafsir Al-Qur’an
Secara garis besar ada tiga sumber utama yang dirujuk
oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur'an :
1)
Al-Qur'an itu sendiri
karena kadang-kadang satu hal yang dijelaskan secara global di satu tempat dijelaskan secara
lebih terperinci di ayat lain.
2)
Rasulullah SAW semasa
masih hidup para sahabat dapat
bertanya langsung pada Beliau SAW tentang makna suatu ayat yang tidak mereka
pahami atau mereka berselisih paham tentangnya.
3)
Ijtihad dan
Pemahaman mereka sendiri, karena
mereka adalah orang-orang Arab asli yang
sangat memahami makna perkataan dan mengetahui aspek kebahasaannya. Tafsir yang
berasal dari para sahabat ini dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut jumhur
ulama, karena
disandarkan pada Rasulullah SAW terutama pada masalah asbabun nuzul. Sedangkan pada hal yang dapat
dimasuki ra’yi maka statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri
selama tidak disandarkan pada Rasulullah SAW.
Macam Tafsir Al-Qur'an
Setiap penafsir akan menghasilkan
corak tafsir yang berbeda tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan,
aliran kalam, mahzab fiqih, kecenderungan sufisme dari mufassir itu sendiri sehingga tafsir yang
dihasilkan akan mempunyai berbagai corak. Abdullah Darraz mengatakan dalam an-Naba’ al-Azhim sebagai berikut:
“Ayat-ayat Al-Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari
sudut-sudut lainnya, dan tidak mustahil jika kita mempersilahkan orang lain
memandangnya, maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat.”
Di antara berbagai corak itu antara
lain adalah :
·Corak Sastra
Bahasa: munculnya corak ini diakibatkan banyaknya orang non-Arab yang memeluk
Islam serta akibat kelemahan orang-orang Arab sendiri di bidang sastra sehingga
dirasakan perlu untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan
kedalaman arti kandungan Al-Qur'an di bidang ini.
·Corak
Filsafat dan
·Corak
Penafsiran Ilmiah
·Corak Fikih
·Corak
Tasawuf
·Corak Sastra
Budaya Kemasyarakatan
Perkembangan
ilmu Tafsir
Ilmu tafsir Al Qur'an terus mengalami perkembangan
sesuai dengan tuntutan zaman. Perkembangan ini merupakan suatu keharusan agar
Al Qur'an dapat bermakna bagi umat Islam. Pada
perkembangan terbaru mulai diadopsi metode-metode baru guna memenuhi tujuan
tersebut. Dengan mengambil beberapa metode dalam ilmu filsafat yang digunakan untuk membaca teks Al-Qur'an maka dihasilkanlah cara-cara baru dalam memaknai
Al-Qur'an. Di antara metode-metode tersebut yang cukup populer antara lain
adalah Metode Tafsir
Hermeneutika dan Metode Tafsir Semiotika.
Ilmu yang terkait dengan Ilmu Tafsir
- Lughat (fitologi), yaitu ilmu untuk mengetahui setiap arti kata
Al-Qur'an. Mujahid rah.a., berkata, "Barangsiapa beriman kepada Allah
dan hari akhirat, ia tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat Al-Qur'an tanpa
mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang ilmu lughat tidak
cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti. Jadi hanya
mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Dapat terjadi, yang
dimaksud kata tersebut adalah arti yang berbeda.
- Nahwu (tata bahasa). Sangat penting mengetahui ilmu nahwu, karena
sedikit saja i'rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti kata
tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang i'rab hanya di dapat dalam ilmu
nahwu.
- Sharaf (perubahan bentuk kata)
- Isytiqaq (akar kata)
- Ma'ani (susunan kata)
- Bayaan
- Badi'
- Qira'at
- Aqa'id
- Ushul Fiqih
- Asbabun Nuzul adalah sebuah ilmu yang menerangkan tentang
latar belakang turunnya suatu ayat. Atau bisa juga keterangan yang
menjelaskan tentang keadaan atau kejadian pada saat suatu ayat diturunkan,
meski tidak ada kaitan langsung dengan turunnya ayat. Tetapi ada konsideran
dan benang merah antara keduanya. Seringkali peristiwa yang terkait dengan
turunnya suatu ayat bukan hanya satu, bisa saja ada beberapa peristiwa
sekaligus yang menyertai turunnya suatu ayat. Atau bisa juga ada ayat-ayat
tertentu yang turun beberapa kali, dengan motivasi kejadian yang berbeda.
- Nasikh Mansukh
- 'Fiqih
- Hadits
- Wahbi
Pembuktian Al-Qur’an sebagai
Wahyu dalam Persepketif Sains :
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur;an yang berisi informasi tentang alam
semesta yang dapat dijadikan bukti bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah, bukan
karya manusia, beberapa di antaranya adalah :
• Tentang awal kejadian langit dan bumi. Di dalam QS. 21 : 30 Allah
menegaskan : “Apakah orang-orang lafir tidak mengetahui, sesungguhnya langit
dan bumi dahulunya adalah satu yang padu, maka kemudian kami lontarkan. Dan
Kami jadikan semua makhluk hidup dari air, apakah mereka tidak mau beriman”.
• Tentang pergerakan gunung dam lempengan bumi. QS :”Dan kamu
melihat gunung, kamu menyangka gunung itu diam. Tidak gunung itu bergerak
sebagaimana geraknya awan”.
• “Nabi Yusuf berkata : Ya ayahku ada sebelas planet yang bersujud
kepadaku”. Allah sebagai pencipta alam ini menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa
planet itu ada sebelas. Padahal para ahli astronomi berpendapat hanya ada sembilan
planet. Siapa yang benar ? Allah sebagai penciptanya atau manusia yang hanya
mencari dan menemukannya. Pasti Allah yang benar. Baru pada tahun-tahun
terakhir ini para ahli astronomi menemukan bahwa planet itu ada sebelas.
Mana mungkin Al-qur’an mampu memberi informasi tentang alam yang menjadi ilmu
pengetahuan modern, seandainya Al-Qur’an bukan karya Allah. Ayat-ayat di
atas membuktikan bahwa dilihat dari perspektif sains, Al-Qur’an pasti karya
Allah, firman Tuhan bukan karya nba Muhammad SAW.
Bahasa Al-Qur’an:
Allah menegaskan “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa
Arab”. Ini penegasan dari Allah SWT, bahwa Al-Qur’an adalah bahasa Arab,
bahasa yang dipakai oleh nabi Muhammad dan oleh masyarakat Arab. Tujuannya
sudah pasti agar Al-Qur’an mudah difahami.
Akan tetapi, menurut Isa Bugis, Al-Qur’an bukan bahasa Arab tetapi bahasa
wahyu. Alasannya adalah karena Muhammad adalah keturunan nabi Ismail dari
isteri kedua, sehingga Muhammad berdarah Babylon, bukan berdarah Arab asli
dengan demikian maka bahasa nabi Muhammad adalah bukan bahasa Arab tetapi
serumpun dengan bahasa Arab, itulah yang disebut "bilisáni qaumih"
(berbicara dengan bahasa kaumnya).
Menurut penulis, pendapat di atas tidak tepat. Alasan pertama, sebagaimana
dijelaskan oleh Ismail al-Faruqi adalah bahwa, suku Arab asli (al-‘Aribah)
ialah suku Qanaan, Ya‘rub, Yasyjub dan Saba'. Kemudian datanglah suku Arab
Musta‘ribah I (Pendatang I), yakni suku ‘Adnan, Ma’ad dan Nizar. Lantas datang
pula suku Arab Musta‘ribah II (Pendatang II) yakni suku Fihr atau Quresy. Jadi
suku Quresy adalah bagian dari Suku Arab, bukan suku lain. Suku-suku
pendatang lantas berbaur dan mempelajari bahasa yang ada yakni bahasa Arab, bukan
mempelajari bahasa Babylon.
Alasan kedua, Bangsa Arab termasuk bangsa Semit. Dewasa ini yang disebut
dikatagorikan bahasa Semit adalah setengah kawasan bagian Utara, bagian
Timurnya berbahasa Akkad atau Babylon dan Assyiria, sedangkan bagian Utara
adalah bahasa Aram, Mandaera, Nabatea, Aram Yahudi dan Palmyra. Kemudian di
bagian Baratnya adalah Foenisia, Ibrani Injil. Di belahan Selatan, yakni di
bagian utaranya berbahasa Arab sedangkan sebelah selatan berbahasa Sabe atau
Hymyari, dan Geez atau Etiopik. Hampir semua bahasa di atas telah punah , hanya
bahasa Arab yang masih hidup".
Apakah ada bahasa selain Arab yang serumpun dengan bahasa arab dapat dilihat
antara lain dari bentuk hurufnya. Huruf Arab ternyata berbeda sekali dengan
dengan huruf bahasa Foenesia, Aramaea, Ibrani, Syiria Kuno, Syiria Umum, Kaldea
dan Arab. Para pembaca bisa melihat perbedaan huruf-huruf tersebut pada buku
"Atlas Budaya" karya Ismail Al-Faruqi bersama isterinya.
Al-Qur'an menggunakan huruf Arab bukan huruf lainnya, dengan demikian maka
bahasa dan tulisan Al-Qur'an memang mutlak bahasa Arab bukan bahasa yang
serumpun bahasa Arab. Kalau mau dikatakan serumpun maka harus dikatakan
serumpun dengan bahasa Semit bukan serumpun bahasa Arab. Sebagai tambahan
penjelasan, menurut Ismail Al-Faruqi, bahasa Semit yang masih hidup sampai saat
ini adalah bahasa Arab. Dengan demikian maka bahasa Al-Qur'an adalah bahasa
Arab, bahasanya orang Arab bukan serumpun dengan bahasa Arab.
Hujjah lain dari kelompok Isa Bugis adalah bahwa jika Al-Qur’an berbahasa Arab
maka semua orang Arab pasti mengerti Al-Qur’an, tetapi pada kenyataannya tidak
semua orang Arab mengerti Al-Qur’an, kalau begitu Al-Qur’an bukanlah bahasa
Arab.
Hujjah inipun lemah. Mengapa demikian? Keadaan ini sama saja dengan orang
Indonesia. Tidak semua orang Indonesia mampu memahami karya sastera berbahasa
Indonesia, ini karena buku-buku sastera itu menggunakan bahasa Indonesia kelas
tinggi.
Pada umumnya orang-orang Arab dalam percakapan mereka sehari-hari menggu-nakan
bahasa Arab Yaumiyah sedangkan Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab Fushá. Di
samping itu untuk dapat memahami suatu teks tidak cukup dengan mengetahui kosa
kata (mufradat) tetapi harus berbekal ilmu pengetahuan tentang isi teks.
Sarjana sastera Indonesia misalnya, tidak otomatis dapat memahami teks
buku-buku Ilmu Kimia. Begitu pun sarjana Kimia tidak otomatis memahami teks
tentang filsafat. Untuk mampu memahami teks ilmu pengetahuan, harus memiliki
syarat-syarat, antara lain memahami substansi materi, memiliki frame of
reference yang teratur, serta memiliki paradigma berfikir yang menunjang.
Ketidakmengertian sebahagian orang Arab terhadap teks-teks Al-Qur’an tidak
menunjukkan bukti bahwa Al-Qur’an bukan bahasa Arab.
Hujjah ketiga Isa Bugis adalah bahwa kata ‘Arabiyyan dengan doble ya merupakan
ya nisbat yang menunjukkan serumpun dengan bahasa Arab tetapi bukan bahasa
Arab. Sepengetahuan penulis, kata ‘arabiyyan berarti bahasa yang dinisbahkan
kepada orang Arab, atau bahasanya orang Arab, yakni bahasa Arab.
Wahbah Zuhayly, ketika menafsirkan ayat tersebut menyataklan bahwa kata
‘arabiyyan bermakna “nuzila bilisánin ‘arabiyyin mubân, yaqra-u bi lugah
al-‘arabi”, yang artinya al-Qur’an diturunkan dengan lisan orang
Arab, di baca dengan bahasa Arab. Senada dengan itu, Muhammad Ibn Muhammad Abu
Syahbah dalam bukunya: ”Al-Madkhal li Dirásah Al-Qur’án al-Karâm” menjelaskan
bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab ‘arabiyyah al-akbar atau kitab berbahasa Arab
yang maha besar.
Kelompok Isa Bugis pun lantas beralih dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an bahasa
Quresy bukan bahasa Arab. Pendapat demikian ditentang oleh Ahmad Satori sebagai
doktor dalam sastra Arab. Ia menegaskan bahwa bahasa orang Arab adalah bahasa
Arab. Perbedaan bahasa Quresy dengan bahasa suku Tamim dan lain-lainnya
hanyalah dalam dialek bukan dalam makna.
Dengan demikian hujjah Isa Bugis yang menyatakan al-Qur'an bukan bahasa Arab,
seluruhnya tertolak.
3. Al-Qur’an sebagai Kalamullah
Kalam (perkataan) Allah SWT yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan
maknanya. Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama
dan utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman
bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an menurut bahasa berarti “Bacaan”. Di dalam al-Qur’an sendiri ada pemakaian kata “quran” dalam arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17-18 surat 75 Al-Qiyamah:
Artinya: (17) “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (18) Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.”
Al-Qur’an menurut bahasa berarti “Bacaan”. Di dalam al-Qur’an sendiri ada pemakaian kata “quran” dalam arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17-18 surat 75 Al-Qiyamah:
Artinya: (17) “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (18) Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.”
Iman Jalaludin As-Sayuthy, di dalam bukurrya yang bernama “Itmam al-Dirayah”, menyebutkan definisi Al-Qur’an:
Artinya: “AI-Qur’an ialah firman
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk melemahkan pihak-pihak
yang menentangnya, walaupun hanya dengan satu surat saja dari padanya.
Unsur-unsur penting yang
disebutkannya dalam definisi sifat Al-Qur’an itu sebagai:
a. Firman Allah
b. Diturunkan kepada Nabi Muhammad
c. Berfungsi sebagaai mukjizat
a. Firman Allah
b. Diturunkan kepada Nabi Muhammad
c. Berfungsi sebagaai mukjizat
Wahyu Allah
SWT yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya adalah suatu ilnu yang dikhususkan untuk mereka dengan tidak dipelajari. Kumpulan wahyu yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW disebut al-Qur’an, yang merupakan pembawa rahmat bagi alam
semesta dan petunjuk bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Wahyu turun dalam berbagai cara seperti ; Malaikat Jibril langsung atau menyerupai manusia, berupa suara atau gemuruh, atau lonceng.’
Wahyu turun dalam berbagai cara seperti ; Malaikat Jibril langsung atau menyerupai manusia, berupa suara atau gemuruh, atau lonceng.’
4. Sumbangan Al-Qur’an untuk Memahami Kitab Suci
Lain
Secara garis besar islam memang
dapat memahami kitab suci lain, walaupun kebanyakan orang pada umumnya tidak
menyukai agama lain, misalnya: Kristen, budha, hindu, dan sebagainya. Akan
tetapi manusia itu cuman salah arah dan kita sebagai umat islam wajib memberitahukan
mana yang benar dan mana yang salah, karena islam selalu mendepankan
kejujuran, kebaikan, dan sebagainya.
Memang seharusnya tidak perlu
mengherankan, bahwa islam selaku agama besar terakhir, mengklaim sebagai agama
yang memuncaki proses pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dalam garis
kontinuitas tersebut. Karena itu agama tidak boleh di paksakan (QS Al-Baqarah,
2:256). Bahkan Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa para penganut berbagai
agama, asalkan percaya kepada tuhan dan hari kemudian serta berbuat baik
semuanya akan selamat. (QS Al-Baqarah, 2:62; Al-Maidah, 5:26).
5. Ulumul Qur’an
Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an
berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan
“Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti
ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan
dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari
segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya.
Ulumul Qur’an menurut Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah :
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari
segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan
lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan
sebagainya”.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai
ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu
yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu
tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu
yang tercakup di dalamnya.
Secara garis
besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1.
Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas
tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu
turunnya dan sebab-sebabnya.
2.
Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan
penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta
mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an menjelma
menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan
kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan
segi pemahamanya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Dari uraian di atas dapat kami
ambil sebuah simpulan yaitu sebagai berikut :
1. Al-Qur’an merupakan salah satu dari tiga sumber hukum ajaran Islam. Yakni; Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijtihad.
2. Fungsi atau
peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim ada tiga.
Yakni Al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat bagi Rasulullah
Muhammad saw, sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim, serta sebagai korekter
atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah Swt. turunkan
sebelumnya, dan ini bernilai abadi atau berlaku sepanjang zaman.
3. Metode penafsiran Al Qur’an, secara garis besar
dibagi dalam empat macam metode, namun hal tersebut tergantung pada sudut
pandang tertentu :
Metode Penafsiran ditinjau dari
sumber penafsirannya.
Metode penafsiran ditinjau dari cara
penjelasannya.
Motede penafsiran ditinjau dari
keleluasan penjelasan.
Metode penafsiran ditinjau dari
aspek sasaran dan sistematika ayat-ayat yang ditafsirkan.
4. Al-Qur’an merupakan Kalamullah.
Perkataan Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat
Jibril dengan lafal dan maknanya.
5. Al-Qur’an juga menerangkan kandungan kitab-kitab
terdahulu, serta menyempurnakannya.
6. Ulumul Qur’an merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang
berhubungan dengan Al-Qur’an,
baik dari
segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap
petunjuk yang terkandung di dalamnaya
7. Secara
garis besar ada tiga sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur'an :
a. Al-Qur’an
itu sendiri
b.
Penjelasan Rasulullah langsung
c. Ijtihad
para sohabat
Wallahu
a’lam bi al-shawab.
DAFTAR PUSTAKA
3. http://khanwar.wordpress.com/metode-dan-pendekatan-tafsir-al-qur%E2%a80%99an-
oleh-yusuf-effendi-s-h-i/
0 comments:
Post a Comment